Halaman

MY


(ciptaan Anjas Noviansyah) Welcome To This Blog THANK YOU FOR VISITING THIS BLOG AND DO NOT FORGET TO SHARE THIS BLOG PAGE AND BE MY FOLLOWERS ON THIS BLOG. THANK YOU!

Hi guyssss what`s up.

Minggu, 16 Desember 2012

Adu Pendapat Soal Terorisme Antara Abu Rusydan dan Nasir Abas

BANDUNG, muslimdaily.net - Kajian kenegaraan bertajuk "Isu Terorisme dan Islamophobia: Bagaimana Umat Islam Menyikapinya?" digelar di Gedung Serba Guna Masjid Salman ITB, Sabtu (8/12). Kajian yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Islam ITB dan Majelis Ta'lim Salman ITB menghadirkan Ustadz Abu Rusydan, pemerhati dunia Islam; dan Nasir Abas, asisten pembantu POLRI. Dalam kajian yang dihadiri oleh mahasiswa dan masyarakat dari berbagai kalangan ini dijelaskan bahwa sudah saatnya muslim Indonesia menyikapi berdasarkan realitas yang terjadi di lapangan.

Pada awal kajian, Nasir Abas menjelaskan terorisme dari kacamata peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia. Terorisme adalah serangan-serangan yang bertujuan membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Teroris adalah orang-orang yang terbukti melaksanakan hal-hal demikian. "Dengan demikian, orang yang masih tersangka tidak boleh langsung dituduh teroris" ujar Nasir Abas.  Meski demikian, praktek penanganan terorisme di Indonesia sangat jauh dari peraturan yang dibuat secara tertulis. Orang Arab memadankan terorisme dengan kata irhab. Nasir Abas menjelaskan perbedaan antara irhab Qurani dan terorisme menurut pandangannya.  Irhab Qurani menurut Nasir Abas adalah amaliyah yang dilakukan dengan beberapa kriteria: wilayah perang jelas, musuhnya jelas, bagian dari fase jihad dengan maksud membela umat (hijrah, i'dad, jihad), dan dilakukan dengan adab jihad. Berbeda dengan irhab Qurani, terorisme dilakukan di wilayah aman, musuhnya tidak jelas, tujuannya tidak jelas, dan tidak menjaga adab-adab perang.
Selain tentang isu terorisme, Nasir Abas juga menjelaskan tentang Islamophobi yang terjadi terhadap dunia Islam. Islamophobia adalah prejudice against muslim atau prasangka terhadap muslim. Islamphobia sudah ada sejak zaman Nabi Muhammad Saw. Orang Qurays takut terhadap Islam sejak dulu. Perjanjian hudaibiyah adalah bukti ketakutan mereka. Cara menghadapi Islamophobia adalah dengan konsisten dalam "Bilhikmah dan Mauizzah Hasanaah." Tunjukkan akhlak mulia dan orang yang berjihad bukan maniak perang. Dalam materinya Nasir Abas menjelaskan materi-materi yang amat teoretis.

Selanjutnya kajian diisi Ustadz Abu Rusydan. Ia menjelaskan isu terorisme berdasarkan realitas yang dialami oleh mujahidin Indonesia. "Saat mujahidin ditangkap, mereka dijejali dengan larangan melakukan teror tapi polisi menghunus pistol dan akan merenggut nyawa mereka. Penanganan seperti ini tidak fair!" ujar Ustadz Abu Rusydan dalam pemaparannya. Ustadz Abu Rusydan mengawali definisi terorisme. "Amerika menyebutkan bahwa terorisme adalah kejahatan luar biasa atau kejahatan kemanusiaan. Bagi kita, kejahatan luar biasa di mata Allah Swt adalah syirik atau menyekutukan-Nya dengan yang lain. Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah menghalangi manusia menemukan Al Islam. “Dengan demikian, jika kita sedang berjuang untuk menghilangkan kemusyrikan dan mengajak manusia menemukan Al Islam,  kita tidak pantas disebut teroris." tambahnya.
Saat ini kepolisian Indonesia menghadapi isu terorisme dengan standar ganda. Di satu sisi mereka membuat peraturan dengan standar sendiri. Di sisi lain mereka memperlakukan mujahidin dengan standar yang dibuat oleh Amerika Serikat. Amerika serikat membagi terorisme menjadi empat fase berdasarkan buku karya David Prapoport, Terorism Critical Concepts In Political Science 2006. Fase pertama tahun 1880-1920 disebut Anarchism wave (Gelombang Kekerasan). Fase kedua pada tahun 1920-1960 disebut anticolonial wave (Gelombang Antipenjajahan). Fase ketiga pada tahun 1960-1980 disebut new left wave (gelombang kiri baru), dan fase terakhir pada tahun 1979-sekarang disebut religion wave (gelombang keagamaan). "Fase terakhir ini adalah gelombang Islam sebenenarnya. Hanya mereka mengistilahkan dengan religion.
Berdasarkan pemahaman yang dicangkok oleh Amerika Serikat, Indonesia melakukan berbagai cara, yaitu delegitimasi ajaran jihad, mujahid, penegakan hukum, dan deradikalisasi. Sasaran deradikalisasi terorisme adalah mengamputasi organ penting Islam dan muslim, memerangi pola pikir radikal yang berdasarkan Islam. Isu terorisme adalah perang Amerika terhadap Islam. Deradikalisasi dilakukan untuk membuat masyarakat menjadi kehilangan info yang benar tentang jihad. "Amaliyah-amaliyah yang dilakukan oleh mujahidin disebut terorisme dan akhirnya kepolisian dan media mengampanyekan bahwa jihad bukan ajaran Islam. Inilah hal yang sangat salah." ujar Ustadz Abu Rusydan
Menurut Abu Rusydan, Islamophobia terjadi pada masa madinah. Islam, yahudi, nasrani, majusi. Saat ini fitnah Islamophobi yang berasal dari majusi kita lihat di Suriah, syiah rafidhah membunuh sunni. Sedangkan musyrikin Mekkah saat ini seperti penguasa musyrik di negeri kau muslimin. Penanganannya adalah dengan cara mengubah pandangan kita terhadap Islam dan Jihad yang awalnya dengan kacamata Amerika, menjadi kacamata Islam. Membaca Islam dengan logika Islam bukan dengan logika Amerika.
Pada akhir sesi materinya, Ustadz Abu Rusydan menjelaskan kriteria waktu yang tepat berjihad berdasarkan pendapat Syaikh Abdullah Azam Ra. Beberapa kriteria di antaranya, mujahidin sudah mengikuti pembinaan panjang, teruji ruhiyah, mencintai orang-orang yang berjuang bersama, dan percaya kepada orang-orang yang berjihad. Saat ditanya soal mengatasi berita media terkait isu terorisme, Ustadz Abu Rusydan menegaskan, "Jangan sampai kekhilafan yang terjadi dalam amaliyah dihadapi dengan pembersihan jihad dari agama Islam." Saat ditanya soal jihad perempuan ia menjawab, "Salah satu jihad perempuan adalah melahirkan generasi dan menanamkan nilai-nilai jihad berdasarkan Islam yang sebenarnya kepada generasi mereka. Selain itu, perempuan juga berhak ikut berjihad fisik seperti layaknya laki-laki." tutupnya. [Lnd]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar