Wayang Orang adalah seni drama tari yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata sebagai induk ceritanya.
Dari
segi cerita, Wayang Orang adalah perwujudan drama tari dari Wayang
Kulit Purwa. Pada mulanya, yakni pertengahan abad ke-18, semua penari
Wayang Orang adalah penari pria, tidak ada penari wanita. Jadi agak
mirip dengan pertunjukan ludruk di Jawa Timur dewasa ini.
Dalam
berbagai buku mengenai budaya wayang disebutkan, Wayang Orang
diciptakan oleh Kangjeng Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I (1757 -
1795). Para pemainnya waktu itu terdiri atas abdi dalem istana.
Wayang Orang
Pertama
kali Wayang Orang itu dipentaskan secara terbatas pada tahun 1760.
Namun, barn pada pemerintahan Mangkunegara V pertunjukan Wayang Orang
itu lebih memasyarakat, walaupun masih tetap terbatas dinikmati oleh
kerabat keraton dan para pegawainya. Pemasyarakatan seni Wayang Orang
hampir bersamaan waktunya dengan lahirnya drama tari Langendriyan.
Pada
masa pemerintahan Mangkunegara VII (1916 -1944) kesenian Wayang Orang
mulai diperkenalkan pada masyarakat di luar tembok keraton. Usaha
memasyarakatkan kesenian ini makin pesat ketika Sunan Paku Buwana X
(1893-1939) memprakarsai pertunjukan Wayang Orang bagi masyarakat umum
di Balekambang, Taman Sri Wedari, dan di Pasar Malam yang
diselenggarakan di alun-alun. Para pemainnya pun, bukan lagi hanya para
abdi dalem, melainkan juga orang-orang di luar keraton yang berbakat
menari.
Penyelenggaraan
pertunjukan Wayang Orang secara komersial baru dimulai pada tahun 1922.
Mulanya, dengan tujuan mengumpulkan dana bagi kongres kebudayaan.
Kemudian pada tahun 1932, pertama kali Wayang Orang masuk dalam siaran
radio, yaitu Solosche Radio Vereeniging, yang mendapat sambutan hebat
dari masyarakat.
Wayang Orang
juga menyebar ke Yogyakarta. Pada zaman pemerintahan Sultan Hamengku
Buwana VII (1877 -1921) keraton Yogyakarta dua kali mempergelarkan
pementasan Wayang Orang untuk tontonan kerabat keraton. Waktu itu
lakonnya adalah Sri Suwela dan Pregiwa - Pregiwati. Wayang Orang di
Yogyakarta ini disebut Wayang Wong Mataraman.
Pakaian
para penari Wayang Orang pada awalnya masih amat sederhana, tidakjauh
berbeda dengan pakaian adat keraton sehari-hari, hanya ditambah dengan
selendang tari. Baru pada zaman Mangkunegara VI (1881-1896), penari
Wayang Orang mengenakan irah-irahan terbuat dari kulit ditatah apik,
kemudian disungging dengan perada.
Sejalan
dengan perkembangan Wayang Orang. terciptalah gerak-gerak tari baru
yang diciptakan oleh para seniman pakar tari keraton. Gerak tari baru
itu antara lain adalah sembahan, sabetan, lumaksono. ngombak banyu, dan
srisig.
Karena ternyata kesenian
Wayang Orang mendapat sambutan hangat dari masyarakat, bermunculanlah
berbagai perkumpulan Wayang Orang; mula-mula dengan status amatir,
kemudian menjadi profesional. Perkumpulan Wayang orang yang cukup tua
dan terkenal, di antaranya Wayang Orang (WO Sriwedari di Surakarta dan
WO Ngesti Pandawa di Semarang. Wayang Orang Sriwedari merupakan kelompok
budaya komersial yang pertama dalam bidang seni Wayang Orang. Didirikan
tahun 1911, perkumpulan Wayang Orang ini mengadakan pentas: secara
tetap di `kebon raja' yakni taman hiburan umum milik Keraton Kasunanan
Surakarta.
Patut juga dicatat,
peranan masyarakat keturunan Cina di Surakarta dan Malang yang aktif
mengembangkan kesenian Wayang Orang. Mereka bergabung dalam perkumpulan
kesenian PMS (Perkumpulan Masyarakat Surakarta) yang secara berkala
mengadakan latihan tari dan pada waktu-waktu tertentu mengadakan
pementasan untuk pengumpulan dana dan amal.
Perkembangan
seni Wayang Orang di Surakarta lebih bersifat populer dibandingkan di
Yogyakarta. Kreasi seniman Surakarta untuk melengkapi pakaian tari
Wayang Orang, mengarah pada `glamour' dengan kemewahan tata panggung.
Untuk pemeran tokoh wayang bambangan seperti Arjuna, Abimanyu, dan
sejenisnya, digunakan penari wanita. Sedangkan di Yogyakarta tetap
mempertahankan penari pria.
Di
Jakarta, pada tahun 1960 - 1990, pernah pula berdiri beberapa
perkumpulan Wayang Orang, di antaranya Sri Sabda Utama, Ngesti Budaya,
Ngesti Wandawa, Cahya Kawedar, Adi Luhung, Ngesti Widada, Panca Murti,
dan yang paling lama bertahan Bharata.
Pentas
seni Wayang Orang juga melahirkan seniman-seniman tari yang menonjol,
antara lain Sastradirun, Rusman, Darsi, dan Surana dari Surakarta;
Sastrasabda dan Nartasabda dari Semarang; Samsu dan Kies Slamet dari
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar